PALANGKA RAYA - Transaksi leasing dengan jaminan fidusia telah menjadi hal yang sangat lumrah di era modern ini. Dimana transaksi leasing ini menawarkan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan barang kebutuhan. Namun, di balik kemudahannya, praktik penyitaan barang fidusia yang sewenang-wenang menghantui para konsumen, merenggut hak dan meninggalkan luka.
Seringkali, konsumen terjebak dalam kontrak yang tidak seimbang, tidak memahami hak dan kewajibannya, dan minim informasi terkait proses penyitaan. Kreditur, di sisi lain, memanfaatkan celah hukum untuk melakukan penyitaan secara gegabah, bahkan menelantarkan barang sitaan, meninggalkan konsumen dengan beban finansial dan kehilangan harta benda.
Dalam Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011 hadir sebagai kompas untuk menavigasi proses eksekusi jaminan fidusia. Peraturan ini bertujuan untuk menjaga ketertiban dan mencegah kekosongan hukum. Namun, dalam praktiknya, eksekusi yang dilakukan sendiri oleh kreditur demi efisiensi seringkali memicu perselisihan dengan debitur yang enggan menyerahkan barang jaminan.
Perlindungan bagi debitur bukan sekadar idealisme. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 menjadi bukti nyata komitmen untuk melindungi hak-hak debitur, termasuk hak mereka dalam proses eksekusi. Perlu diingat bahwa perampasan kendaraan bermotor oleh debt collector tanpa proses hukum yang sah merupakan tindakan ilegal dan dikategorikan sebagai tindak pidana. Hal ini merugikan konsumen dan bertentangan dengan prinsip keadilan.
Dengan hal ini Menemukan keseimbangan dalam eksekusi jaminan fidusia membutuhkan pemahaman yang komprehensif terhadap hak dan kewajiban kedua belah pihak. Kreditur berhak mendapatkan kembali piutangnya, namun dengan cara yang sah dan menghormati hak-hak debitur. Debitur, di sisi lain, berhak atas perlindungan hukum dan proses yang adil dalam penyelesaian piutang.
Perlu diupayakan solusi yang efektif dan efisien, seperti melibatkan lembaga independen dalam proses eksekusi, meningkatkan edukasi bagi masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka dalam transaksi fidusia, dan memperkuat penegakan hukum terhadap tindakan ilegal. Menemukan keseimbangan dalam eksekusi jaminan fidusia bukan hanya demi menyelesaikan sengketa, tetapi juga membangun ekosistem transaksi fidusia yang adil, transparan, dan akuntabel. Di mana hak-hak dilindungi, proses berjalan dengan tertib, dan kepercayaan terjalin antara kreditur dan debitur.
Permasalahan yang Menerjang:
1. Ketidakseimbangan Kontrak: Seringkali, konsumen terjebak dalam kontrak yang tidak seimbang, tidak memahami hak dan kewajibannya, dan minim informasi terkait proses penyitaan.
2. Penyalahgunaan Kewenangan Kreditur: Kreditur memanfaatkan celah hukum untuk melakukan penyitaan secara gegabah, bahkan menelantarkan barang sitaan, meninggalkan konsumen dengan beban finansial dan kehilangan harta benda.
3. Minimnya Perlindungan Konsumen: Regulasi yang ada belum memadai untuk melindungi hak konsumen secara menyeluruh dalam proses penyitaan fidusia.
4. Lemahnya Penegakan Hukum: Penegakan hukum terhadap pelanggaran hak konsumen dalam proses penyitaan fidusia masih terbilang lemah.
Dampak yang Ditimbulkan:
1. Kehilangan Hak Konsumen: Konsumen kehilangan haknya atas barang sitaan dan terbebani dengan hutang yang belum lunas.
2. Kerugian Finansial: Konsumen mengalami kerugian finansial akibat penyitaan dan proses hukum yang panjang.
3. Trauma Psikologis: Konsumen mengalami trauma psikologis akibat proses penyitaan yang tidak adil dan sewenang-wenang.
4. Menurunnya Kepercayaan Konsumen: Kepercayaan konsumen terhadap sistem leasing dan jaminan fidusia menurun.
Upaya Memperkuat Perlindungan Konsumen Terhadap Penyitaan Barang Fidusia yang Sewenang-wenang:
1. Memperkuat Regulasi dan Perundang-undangan
a) Melakukan revisi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia untuk memperjelas hak dan kewajiban konsumen, termasuk mekanisme penyelesaian sengketa yang adil dan transparan.
b) Merumuskan regulasi yang lebih detail terkait pelaksanaan penyitaan barang fidusia, termasuk batasan-batasan yang jelas untuk mencegah penyalahgunaan wewenang oleh kreditur.
c) Memperkuat koordinasi antar lembaga terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), dan Lembaga Perlindungan Konsumen (LPKSM), untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan melindungi hak konsumen.
2. Meningkatkan Edukasi dan Sosialisasi
a) Melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat luas tentang hak dan kewajiban mereka sebagai konsumen dalam transaksi leasing dengan barang fidusia.
b) Memberikan informasi yang jelas dan mudah dipahami tentang proses penyitaan barang fidusia, termasuk hak konsumen untuk mendapatkan pendampingan hukum dan melakukan perlawanan jika merasa dirugikan.
c) Meningkatkan literasi hukum masyarakat, khususnya terkait dengan perlindungan konsumen dalam transaksi fidusia, melalui berbagai program edukasi dan penyuluhan.
3. Memperkuat Peran Lembaga Perlindungan Konsumen
a. Memberikan kewenangan yang lebih luas kepada LPKSM untuk mengawasi dan menindaklanjuti praktik penyitaan barang fidusia yang tidak sesuai dengan regulasi dan melanggar hak konsumen.
b. Memastikan LPKSM memiliki sumber daya dan infrastruktur yang memadai untuk menjalankan tugasnya secara efektif dalam melindungi hak konsumen.
c. Mendorong LPKSM untuk aktif dalam memberikan edukasi dan pendampingan hukum kepada konsumen yang terlibat dalam kasus penyitaan barang fidusia.
4. Mendorong Peran Aktif Masyarakat Sipil
a) Mendorong organisasi masyarakat sipil untuk terlibat dalam mengawasi dan mengawal proses penyitaan barang fidusia agar terhindar dari praktik yang tidak adil dan sewenang-wenang.
b) Mendukung upaya organisasi masyarakat sipil dalam memberikan edukasi dan pendampingan hukum kepada konsumen yang terjerat dalam kasus penyitaan barang fidusia.
c) Membangun sinergi antara pemerintah, LPKSM, dan organisasi masyarakat sipil untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang lebih kuat dan efektif
5. Membangun Budaya Penegakan Hukum yang Tegas
a) Menegakkan hukum secara tegas terhadap pelanggaran hak konsumen dalam proses penyitaan barang fidusia.
b) Memberikan sanksi yang tegas kepada kreditur yang melakukan penyitaan barang fidusia secara sewenang-wenang dan melanggar hak konsumen.
c) Membangun budaya penegakan hukum yang pro-konsumen dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang melindungi hak konsumen.
Upaya-upaya di atas diharapkan dapat membantu memperkuat perlindungan konsumen terhadap penyitaan barang fidusia yang sewenang-wenang dan menciptakan sistem yang lebih adil dan transparan dalam transaksi leasing.
Kesimpulan:
Upaya memperkuat perlindungan konsumen dalam penyitaan fidusia bukan hanya demi menegakkan keadilan, tetapi juga untuk membangun ekosistem transaksi fidusia yang aman, terpercaya, dan berkelanjutan. Dengan sinergi antar pihak, penegakan hukum yang tegas, dan budaya literasi hukum yang tinggi, masa depan yang lebih cerah bagi konsumen dapat.Β
(Oleh : Tiarma Simanjuntak)